Jumaat, 21 Oktober 2011

Kusimpan Namanya disudut Hati


Kusimpan namanya disudut hati,
Demi sebuah keredhoan,
Ya Allah kuatkan hati ini,
Bantu kami bermujahadah,
Ya Rabb..
Bantu kami, hambaMu,
Yang mencari,
Sedang mencari,
Dan masih mencari,
Erti cinta sejati..
Cinta dua insan yang dibatasi syariatMu,
Tanpa digugat setitik bisikan nafsu,
Yang ada hanyalah,
Sebuah ketagihan cinta,
Sebagai wadah menggapai cinta agungMu..
Ya Rahman...
Faqirnya kami, lemahnya kami,
Sungguh tak terdaya,
Segalanya milikMu,
KepadaMu segalanya dikembalikan..
Ya Muhaimeen,
Namun ku gusar..
Dengan mujahadah ini,
Apakah dia bisa setia,
Apakah dia bisa menunggu,
Apakah kami bisa tabah,
Higga ke akhirnya...
Ya Rabbul Izzati,
Engkaulah pemilik segala hati,
Peganglah hati-hati kami,
Peliharalah hati-hati kami,
Jagailah, bajailah dan siramilah hati-hati kami,
Dengan cahaya keimanan kepadaMu..
Agar kami bisa terus bermujahadah,
Hingga waktu menentukannya..
Ameen ya Rabb
- Artikel iluvislam.com


Selasa, 4 Oktober 2011

Izinkan Cuma Engkau yang Bertakhta di Hati




     Di pelataran dinginnya malam, ku terdampar sendiri.
Saat ini, tika ini, hati seakan terdera dengan amukan hawa nafsu dan perasaan yang mengetuk-ngetuk tangkai hati. Tidak semena-mena, titisan jernih jatuh, setitis demi setitis. Hati sebak.
Dibiarkan air jernih itu mengalir hangat. Berlawan dengan emosi, ternyata seringkali diriku menjadi kalah. Nurani membentak, jiwa ini tidak tenang. Kenapa? Kenapa begini? Kenapa sekarang jadi begini?
Dulu hati itu dapat merasai sebuah ketenangan. Namun kini ketenangan itu seakan-akan diragut. Diragut oleh siapa? Apakah ia hilang ditarik oleh Tuhan? Atau kerana dosa-dosa yang dilakukan? Soalan-soalan itu bertubi-tubi menyoal, namun hati sememangnya tidak mampu menjawab. Terdiam sepi. Adakah hati itu telah mati?
Memang tidak ku nafikan, dia sangat menyayangi diri ini. Tetapi berkali-kali ku ingatkan pada diri, kasih sayang itu tidak abadi!
'Berpada-padalah dalam menyayangi, jika tidak kelak dikau akan menangisi!'
Entah dari mana suara itu datang dan berbisik pesanan, kemudian hilang.
Namun kini, ku pula yang terkena panahan kasihnya itu. Semakin ku lari, semakin dia mendekati. Benarlah. Menjaga sekeping hati amat sukar sekali. Perlu sangat cermat dan berhati-hati. Ku mengeluh, melepaskan sebuah keluhan perasaan yang berat, yang semakin memberati rasa hati.
Jiwa ini tidak lagi suci, terasa ia tersangat kotor.
"Ya Ilahi, di manakah Engkau selama ini yang bertakhta di hati? Kenapa ia sekarang telah terganti dengan makhlukMu? Kenapa diri terlalu tega menggantikan tempat teragung itu dengan insan dan makhlukMu yang hina?"
Hati bermonolog lagi sendirian. Tidak! Ia punya peneman. Sang Tuhan yang sentiasa sentiasa ada mendengar setiap keluhan.
"Astaghfirullahalazim.... Ighfirli Robbi... Ighfirli...."
Bibir memantulkan kalimah suci itu perlahan-lahan. Bibir diketap erat. Menahan tangkai emosi yang kian membuak-buak rasa pilu dan syahdu bila menyebutkan nama terindah itu, jiwa menjadi mudah terusik.
Berbicara dengan Sang Agung, air jernih itu terus menitis kemudian semakin mencurah-curah. Teresak-esak.
"Ya Rabbi, pegang hati ini, dakaplah ia seerat-eratnya, jangan sesekali biarkan ia termiliki oleh makhlukMu, ku tidak sanggup menggantikan tempatMu dengan yang lain, tidak sanggup juga berkongsi rasa itu, ku cuma mahu kasih itu teragung untukMu, ku cuma mahu rindu itu terpatri untukMu, ku cuma mahu cinta itu hanya membunga untukMu Tuhan, jangan biarkan daku terkalahkan dengan emosi dan perasaan yang seringkali dipermainkan oleh syaitan.
Ya muqallibal qulub, tetapkanlah jiwa ini setulusnya di jalanMu, pancarkan cahaya bagiku di jalan yang gelap agar aku tidak teraba-raba kesepian sendirian di hujung jalan yang kelam, jangan biarkan ku terus begini tanpaMu disisi.
Tuhan, Izinkanlah! Cuma ingin Engkau yang bertakhta di hati ini "
Berkali-kali kalimah itu diungkapkan pilu dalam pelantaran sujudnya. Wajah diraup setelah tangan menadah. Hati terus berdoa dan berharap, semoga Dia menerima segala-galanya.
-Artikel iluvislam.com